Herlambang Adhytia, itulah namaku. Aku merupakan anak
pertama dari tiga bersaudara. Memiliki perawakan yang lumayan, dengan tinggi
sekitar 171cm. Setelah lulus dari SMA, aku memutuskan untuk kuliah di Ibukota
provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Aku kuliah di salah satu Universitas
Negeri yang ada di Samarinda. Awalnya, hanya iseng untuk mencoba keberuntungan
di Jurusan Manajemen, jurusanku kuliah waktu itu. Seiring waktu yang terus
berjalan, aku merasa menemukan kecocokan dengan Manajemen. Ya, aku menjadi
bersemangat untuk menjadi seorang Manajer. Tentunya, Manajer yang berhasil.
Awal perkuliahan, aku sempat menyukai seseorang cewek yang sekelas denganku. Nadia Putri Annisa namanya. Dia merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Rambutnya yang tidak terlalu panjang dan lumayan lurus itu, membuat dia terlihat sangat cantik. Dia memiliki tinggi sekitar 166cm. Awalnya, hanya mengagumi saja. Rasa yang bisa dibilang biasa itu semakin besar seiring dengan perkuliahan berganti semester. Hingga sampai sekarang, rasa ini masih tetap ada. Masih tetap sama, rasa yang semakin besar, bahkan bisa dibilang sayang. Tetapi, rasa ini tidak ditakdirkan untuk bisa diungkapkan. Terhitung 8 semester lamanya rasa ini hidup. Hidup dalam kepalaku, yang setiap harinya selalu minta untuk memikirkan dia lebih sering dari sebelumnya. Hubungan kami makin intens, intens namun tidak bisa lebih intim.
Terhalang oleh sesuatu, yang menurutku sendiri, merupakan
hal yang wajar jika aku tidak bisa mengungkapkan rasa ini untuknya. Ya, Nadia
sudah memiliki kekasih. Kekasih yang semasa SMA sudah menjalani hubungan spesial
dengannya. Tama namanya. Tama sendiri sekarang telah menjadi pengusaha distro
di salah satu kota besar di Pulau Jawa. Tama sendiri, merupakan anak dari Adik
Bapakku. Ya, dia adalah Sepupuku. Tama pun tau kalau Nadia dekat denganku.
Apalagi, Tama sangat menghormatiku, karena dulu, dia pernah dititipkan
dirumahku ketika kedua Orang Tuanya sering bepergian keluar kota untuk urusan
pekerjaan. Hubungan intensku dan Nadia itupun, tanpa disadari telah membuat
status hubungan diantara aku dan dia menjadi erat, erat namun tidak ada hak
untuk menjaga hati masing-masing. Erat dalam artian sebagai sahabat.
Pernah pada saat kami memasuki semester 5, kami menghadiri
acara ulang tahun teman kami, dimana teman itu adalah sahabat Nadia sejak SMA.
Zushioda Yatai Samarinda. Maret 2012 [Ulang Tahun Renatha]
Zushioda Yatai Samarinda. Maret 2012 [Ulang Tahun Renatha]
“Rereeeeeee…
Selamat ulang tahun ya partner in crime
semasa sekolah di SMA dulu. Makin cantik, makin sukses kuliahnya, makin sukses
usaha Butik nya ya, Re.”
Teriak Nadia sambil berlari dan memeluk Renatha, Sahabatnya sejak SMA itu.
“Makaaaasih
ya Nad. Makasih juga kalian sudah mau datang ke acara ulang tahunku. Oia, Nad,
si Tama ga diajak kesini? Dia sudah balik kesini kan kemarin sore?”
“Sama-sama,
Re. Oh, si Tama? Kemaren pesawatnya delay hingga tengah malam. Jadi, dia baru
sampai di Samarinda tadi pagi. Dia langsung memenuhi panggilan salah satu brand
yang mau ngajak distro dia kerjasama. Sekarang dia masih kecapekan dan
menyuruhku datang sama Adit.”
Nadia menunjuk kearahku.
Kira-kira begitulah percakapan antara Nadia dan Renatha yang
aku dapat dari tempat dudukku sekarang. Aku melambai dan tersenyum kepada
Renatha seiring Nadia yang berjalan menghampiri meja dimana aku duduk dan
mendengarkan percakapan mereka tadi.
“Gimana
sama Tama? Baik-baik aja kan? Dia udah ada disini ya? Awas itu anak kalau tidak
datang kerumah. Hahaha.”
Aku membuka pembicaraan kepada cewek yang sudah duduk disebelahku.
“Gimana
apanya? Hubungannya? Ya, begitulah. Datar, kayak wajah kamu kalau lagi bete.” Nadia meledekku.
“Lah,
ditanya malah jawabannya bawa-bawa aku. Gimana hubungan kalian? Udah hampir 4 tahun
pacaran, kan?”
“Iya.
Udah mau 4 tahun. Ya, begitulah, Dit. Kamu tau kan, aku dari awal kita dekat
udah sering cerita ke kamu. Kalau lama-lama, aku bisa nyerah sama LDR ini. Kami
sering lost contact karena sepupumu
itu terlalu sibuk dengan dunia bisnisnya. Kamu tau kan kalau LDR itu harus
sering komunikasi satu sama lain? Sebenernya aku pengen udahin ini semua. Tapi,
aku masih sayang dia. Aku masih sayang Tama. Maafin aku kalau selalu bikin kamu
repot. Selalu minta kamu untuk temanin aku, karena aku kesepian. Aku butuh
seseorang yang bisa buat aku nyaman.” Jelas Nadia, dengan volume suara yang semakin kecil.
“Berarti
Tuhan lagi kasih kalian ujian dalam bentuk LDR itu. Bersyukur aja, Nad. Tama
itu tipikal orang yang dari dulu susah jatuh cinta. Dia pernah bilang ke aku,
kalau kamu itu spesial. Entah apa yang membuat kamu spesial, dan aku, juga
ngerasa kalau kamu itu spesial. Masalah kamu ngerepotin, menyita waktuku?
Gausah dipikirkan. Seorang sahabat akan selalu ada dimana dia senang dan sedih.” Aku berusaha menenangkan
dia.
“Entah apa yang membuat kamu spesial, dan
aku, juga ngerasa kalau kamu itu spesial. Bukan hanya sekedar sahabat, bukan
hanya sekedar orang yang memaksaku untuk menghabiskan waktu untuk menemanimu.
Biarpun kamu tidak memaksa, aku bakalan berada di barisan paling depan untuk
menjagamu. Karena aku, aku sayang kamu….. Nad!” Teriak
batinku.
Pizza Hut Plaza Mulia, Samarinda. Oktober 2012 [Semester 6]
“Ada
yang lagi cair nih.”
Nadia yang saat itu terlihat begitu cantik dengan pakaian casual yang selalu jadi
ciri khasnya.
“Es
kali bisa cair. Kamu lupa ya? Kita udah sepakat kan untuk makan disini 2 minggu
sekali. Untungnya, kita KKN di kota yang sama. Jadi, ritual ini terus lanjut.
Hahaha.” Kataku
sambil melihat menu untuk memesan sesuatu.
“Oia,
lupa. Jangan ngambek gitu dong, ntar kerennya ilang. Aku, seperti biasa,
Chicken Spaghetti.”
Nadia menaruh kepalanya di pundakku sambil melihat menu dan menentukan makanan
yang mau dipesan.
“Chicken
Spaghetti nya dua ya, mbak. Minumnya Green Tea with Cappuccino Ice nya juga
dua.” Mbaknya pun
pergi dan membawa menu pesanan kami tadi.
Seleraku dan Nadia emang sama dalam hal Makanan dan Minuman.
Kami suka sekali dengan ayam dan Cappuccino. Kami juga sama-sama suka telat
makan. Aneh, tapi nyata. Itulah kami. Sepasang sahabat dimana sang lelaki
berharap lebih kepada perempuan. Berharap lebih kepada hubungan mereka,
hubungan mereka yang bukan hanya sekedar sahabat. Tetapi, itu hanya harapan.
Harapan yang sudah hampir mustahil diwujudkan. Karena aku telah memiliki
pasangan dan sudah berjalan hampir 2 tahun. Sementara Nadia, memiliki pacar
yang dimana adalah sepupuku sendiri.
Hubungan Nadia dengan Tama sudah 4 tahun.
Dan mungkinkah kami mengakhiri hubungan masing-masing hanya untuk kebahagiaan
satu orang? Kebahagiaanku, yang memang menginginkan Nadia untuk mengganti
posisi kekasihku sekarang. Dan, bagaimana perasaan Nadia kepadaku? Yang sudah
lumayan lama bersahabat denganku. Memang, sebaiknya, rasa ini hanya untuk
disimpan, tidak diungkapkan.
“Yaelah,
ngelamunin apaan sih emang? Ngelamunin aku apa ngelamunin Devi? ” Devi Kinal Putri, dia
pacarku. Nadia berhenti sejenak memakan spaghetti yang sejak tadi dia makan
lalu meletakkan dan menggerakkan tangannya di depan mataku.
“Masih
aja suka iseng. Tadi itu aku ngelamunin awal pertama kita ketemu, kita kenal
dan disitu aku tau ternyata kamu pacarnya sepupuku. Lucu aja sih ya, kita, dua
orang yang statusnya sahabat, lebih sering menghabiskan waktunya bersama
dibanding sama pasangan masing-masing. Hahaha. ” Aku berbicara dan menyantap spaghetti yang ada di
depanku.
“Haha,
iya juga ya. Kalau dipikir-pikir, kita emang lebih sering ngabisin waktu bareng
daripada sama pasangan masing-masing.
” Nadia tersenyum, lalu melanjutkan melahap spaghetti nya.
Setelah membayar bill,
aku mengantarkan Nadia pulang. Sepanjang perjalanan dia tidak berhenti
bercerita. Bercerita semua hal yang dia alami, bercerita kepada seseorang yang
selalu jadi tempat dimana ia meluapkan semuanya, semua kisah hidupnya. Di
perjalanan, Nadia sempet memelukku. Dan aku sempat berbalik dan melihat
senyuman yang sangat indah, senyuman yang diikuti oleh matanya yang seakan-akan
ikut tersenyum.
Villa Tamara Residence,
Samarinda. Desember 2012
Satu minggu sebelum kakak pacarku menikah. Ya, Devi memiliki
seorang kakak. Alissa Galliamova, biasa dipanggil Alissa. Kakak perempuan
tepatnya, dan sekarang, aku diajak Devi untuk kerumahnya. Diajak untuk membantu
mempersiapkan sebagian hal kecil untuk pesta pernikahan minggu depan. Tepatnya,
dibagian interior. Aku membantu keluarga Devi untuk memilih interior yang pas
untuk pernikahan tersebut. Aku membantu memilih interior berbau budaya Sunda.
Ya, mereka berasal dari Bandung. Dan kebetulan, Orang Tua Devi ditugaskan untuk
melakukan pekerjaan di Samarinda bertahun-tahun.
“Makasih
banyak ya, Dit. Pilihannya bagus, jadi ga terlalu rumit dan easy view juga. Oia, kalian udah
semester 6 kan?”
Alissa berbicara padaku sambil memandang ke orang disebelahku, Devi.
“Iya,
kak. Sama-sama. Ga perlu biaya terlalu mahal untuk kebahagiaan yang ga akan
pernah habis, hehe. Iya, kami udah semester 6.”
“Nah,
bentar lagi selesai dong. Ga ada rencana mengikat hubungan kalian berdua lebih
jauh? Nyusul nikah, gitu. Hahaha.” Kakaknya berlalu dengan tawa dan senyum khasnya. Sementara Devi,
disebelahku mengangkat alisnya kemudian tertawa, bingung akan tingkah laku
kakaknya kepadaku.
Aku menuju taman disamping rumah Devi, disusul Devi membawa
satu kotak J.Co yang isinya tinggal setengah dan membawakan satu gelas jus
mangga.
“Maaf
udah ngerepotin ya, hun. Nih, makan dulu. Sisa semalam, nemenin kakak beli,
kebetulan masih ada sisanya semalem.” Devi menunduk melihat kotak J.Co dan memberikannya kepadaku.
“Ga
kok, lagian hari ini kan kebetulan libur, daripada bingung mau ngapain, mending
ikut bantu kan.”
Kataku, menatapnya sebentar lalu membuka dan mengambil sebuah donat yang diberikan
Devi.
“Nadia
gimana kabarnya? Aku kangen ketemu sambil ngobrol banyak dengannya.” Aku tersedak, dan
langsung menyambar jus mangga yang ada didekatku dan meminumnya.
“Nadia?
Baik-baik saja dia. Dia lagi agak sedikit resah. Belakangan ini, hubungan dia dengan
Tama selalu bertengkar. Berbagai jenis, mulai dari masalah kecil sampai masalah
jarak dan waktu yang memang, hal paling susah untuk ditangani pasangan LDR.
Kemaren, Tama sempat nelpon, memberitahukan semuanya kepadaku. Dan aku, udah
sebulan ini ga ada kontak sama Nadia. Biasanya Nadia membutuhkan sahabatnya
jika ada masalah seperti ini, tapi, sampai sekarang, dia tidak ada
menghubungiku.”
“Kamu…
Segitu dekatnya dengan Nadia? Aku takut, kalau aku ga bisa jadi sesosok Nadia.
Dimana dia adalah orang yang paling dekat denganmu, selain aku. Aku tau, kalian
sahabat. Aku juga sempat cemburu dengan dia, dia yang selalu bisa membuatmu
tertawa. Tapi, setelah kamu mengenalkannya kepadaku waktu tepat satu tahun
hubungan ini, aku yakin dia orangnya baik. Dan aku, aku suka dengan Nadia.
Sampai sekarang, aku anggap Nadia sebagai cermin buat aku.” Devi menatapku dengan
mata yang berbinar.
“Iya.
Aku sama Nadia dekat, tapi sekedar sahabat. Dari dulu, dia memang sering
memintaku meluangkan waktuku untuknya, untuk mendengar curhatannya. Dan kamu,
aku suka kamu yang sekarang. Meskipun kita jarang menghabiskan waktu bersama,
tetap, kamu pacarku. Aku gamau kamu menjadi sesosok Nadia yang kedua, dengan
kamu yang begini saja aku sudah cukup bahagia punya sesosok wanita sepertimu. Jangan
mencoba menjadi orang lain kalau yang sekarang udah lebih dari cukup untuk bisa
membahagiakan seseorang. Ingat itu ya, sayang.”
Aku menatapnya, lalu
memeluknya. Terasa air matanya jatuh tanpa ia bersuara. Aku berusaha memberikan
pelukan hangat, pelukan yang ikhlas dari seorang kekasih. Terkadang, aku merasa
kasihan sama dia. Memiliki seorang cowok yang jauh di lubuk hati cowok
tersebut, tersimpan satu ruang spesial. Satu ruang khusus, khusus seseorang
yang juga memiliki pasangan. Dan aku, mungkin merupakan pasangan terjahat yang
pernah ada. Bahkan, aku lupa kapan terakhir kali aku memanggil Devi dengan
sebutan, sayang. Meskipun, untuk
sekarang, aku dan Nadia lost contact sebulan,
aku masih memikirkannya.
Villa Tamara
Residence, Samarinda. 20 Desember 2012
Hari ini, hari dimana kakak pacarku, Devi, menikah. Dan
sekarang, aku sudah di tempat pernikahan tersebut. Keluarga ini sengaja tidak
memilih untuk mengadakan pernikahan di gedung/ballroom hotel, bukan karena
tidak ada biaya, melainkan rumah ini sudah sangat cukup menggelar pesta yang
lumayan megah. Disebelahku, ada Devi yang memakai pakaian adat Sunda, sama
sepertiku. Karena statusku adalah pacarnya Devi, aku menghargainya. Aku memakai
pakaian adat Sunda yang tandanya adalah keluarga atau kerabat dekat keluarga.
Dari sini, aku bisa melihat pasangan yang serasi, sangat serasi. Berdiri di
pelaminan, Alissa tampak begitu cantik bersanding dengan pria yang telah resmi
menjadi suaminya.
“Mau
makan apa? Biar aku ambilin.”
“Gausah
repot-repot, Dev. Tadi, dirumah ditawarin mamah makan, soalnya semalam lupa
makan. Jadi masih kenyang sampai sekarang.”
Keluarga Devi, yang berasal dari Bandung, hampir semuanya
datang. Dan mereka melihatku duduk bersama Devi. Mereka mengatakan sesuatu yang
lumayan risih buatku. Sesuatu yang menurutku, merupakan kehendak/paksaan.
Kalimat berupa kalian serasi, cocok
nyusul ka Alissa tuh tahun depan. Risih, tapi aku tidak mau membuat hati
Devi sakit. Aku mencoba tersenyum, tersenyum karena dipaksa oleh keadaan.
“Rame
ya, keluargamu. Apalagi yang dari Bandung, banyak yang datang.” Aku mencoba membuka
percakapan, membuka topik yang menurutku sendiri, terlalu biasa untuk dijadikan
hal pembuka percakapan.
“Iya.
Ada hampir 5 keluarga yang datang. Oia, kemarin aku sudah menyuruhmu mengajak
Nadia kesini kan? Mana dia, ko ga datang?”
“Dia?
Dia belum ada menghubungiku. Entah dia marah padaku atau gak. Yang jelas, aku
sudah mengirimkan pesan via LINE untuk datang kesini. Kemarin juga aku sempat
nelpon dia, tapi itulah, ga aktif.” Aku menjawab lesu. Lesu karena mendengar nama Nadia yang sudah satu
bulan tidak ada menghubungiku. Tidak ada yang memintaku untuk menemani
seseorang. Tidak ada teman ritual makan di Pizza Hut dua minggu sekali. Ya, aku
kangen dia, aku kangen Nadia.
Perumahan Rapak
Binuang, Samarinda. 31 Desember 2012
Hari ini, adalah hari ulang tahunku. Tentunya, aku merasa
sangat senang karena masih diberi umur dan kesehatan sampai sekarang. Dibalik
itu, aku merasa ada yang kurang di hari spesial ini. Ya, yang kurang itu,
Nadia. Udah hampir 2 bulan aku tidak dapat kabar darinya. Semalam, aku mencoba
menelponnya berkali-kali. Namun, hp nya tidak aktif. Aku hanya ingin mengetahui
apakah dia ingat hari ulang tahunku? Atau mungkin, dia sudah memiliki seseorang
yang lebih punya waktu untuknya. Bukan Tama, dan bukan aku.
Seperti biasa, jika ada salah satu anggota keluarga yang
ulang tahun, pasti semuanya berkumpul di ruang tamu. Berkumpul sekedar
memberikan doa dan mengucapkan selamat untuk yang berulang tahun. Aku bahagia,
aku memiliki orang tua dan adik yang sayang dengan kakaknya. Mereka semua
selalu support apapun yang kulakukan. Malamnya, aku mengundang teman-temanku
untuk datang sekedar membuat pesta kecil-kecilan. Dengan menyediakan barbeque
dan makanan khusus pesta kepada mereka.
Jam 9 malam, Devi datang membuat surprise kepadaku. Dia
membawa kue Black Forest beserta lilin angka umurku sekarang. Dia menyalakan
lilinnya, dan berjalan kearahku sembari menodongku dengan satu kotak kue. Aku
meniupnya, lalu mencium keningnya. Aku melihat, Devi tersenyum bahagia
melihatku. Aku suka melihat Devi malam ini. Glamour namun tidak terlalu
mengerikan. Pas-pas saja untuk ukuran Mahasiswi.
Aku duduk di pinggiran kolam menggandeng seseorang, tentunya
adalah Devi. Sosok cewek yang beberapa menit yang lalu memberiku kejutan.
Kejutan yang, ya… Lumayan membuatku senang. Lumayan, tapi tidak utuh. Hari ini
aku bahagia namun tidak utuh. Karena, orang yang paling spesial buatku tidak
hadir. Bahkan, aku tidak tau dimana sekarang. Terakhir aku bertemu dengannya, 2
bulan yang lalu.
Aku sudah berada di kamarku kembali. 30 menit yang lalu
pestanya telah usai, dan sekarang, aku sedang mengecek hpku untuk melihat inbox
dan message di aplikasi android yang lain. Aku berharap ada nama Nadia yang
memberiku pesan berupa ucapan selamat, namun tidak ada. Tapi, Tama, pacar Nadia
sekaligus sepupuku memberikanku ucapan selamat dan minta diteraktir ketika
liburan nanti. Maklum, Tama sudah menjadi
salah satu pengusaha distro di Surabaya yang sangat laris. Meskipun
faktanya, dia tak kuliah, tapi melihat dia sukses, aku turut berbahagia.
Samarinda Central
Plaza, Samarinda. Mei 2013 [Semester 7]
Saat ini, aku sedang menemani orang tuaku berbelanja baju
untuk adikku yang paling kecil. Adikku besok tepat berumur 14 tahun. Anak
paling bungsu, jadi wajar kalau orang tuaku meminta untuk ditemenanin
berbelanja hadiah ulang tahun. Kebetulan, waktu itu aku sedang free mengetik
skripsiku. Aku menunggu diluar Ramayana yang ada di SCP, aku duduk persis
ditempat yang sudah disediakan. Saat itu, aku sedang menatap kearah eskalator
yang menghubungkan lantai 4 dengan lantai 3 dan lantai 5. Aku melihat
seseorang, dan dia juga melihatku. Dia dan temannya menuju kearahku. Dia
mengambil tempat duduk tepat disampingku, lalu memelukku.
“Aduh,
sakit! Siapa ya? Kenal?”
Aku tepat melepaskan tangannya yang mencubitku di daerah perutku.
“Jahaaat!
Aku kangen kamu tau, maaf aku lama ga ngabarin kamu. Waktu itu, hp aku hilang
dan saat itu juga pas banget lagi marah besar ke Tama. Pengen banget minta
waktumu untuk nemanin aku. Waktu kamu ulang tahun aku juga pengen ngasih
surprise ke kamu, tapi aku pikir, aku ga diundang dan bukan hak aku kasih kamu
surprise karena kamu sudah punya Devi.” Dia memukul-mukul pelan dadaku lalu menjelaskan kepadaku kenapa dia
tidak menghubungiku setengah tahun lamanya.
“Yaelah,
Nad. Waktu itu, aku coba ngubungin kamu berkali-kali, tapi ga aktif. Mau
menanyakanmu ke Tama, ntar dia mengira bahwa ada sesuatu yang janggal lagi.
Oia, aku sudah putus dengan Devi. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami
karena beberapa alasan tertentu, aku pengen cepet lulus, pengen serius ngerjain
skripsi.” Aku
memandangnya sebentar, lalu mengalihkan pandanganku ke kaca Ramayana yang
langsung menembus berbagai produk pakaian yang dijual.
“Maaf,
kirain kamu masih sama Devi. Aku juga sudah putus sama Tama. Kami sepakat
putus, selain karena LDR, rasa sayang emang udah ga ada lagi buat dia. Ya,
gitu. Single sekarang.”
“Oh,
gitu. Ini kode bukan? Hahahaha.” Nadia dan teman-temannya pun tertawa.
Nadia dan teman-temannya pamit untuk pulang lebih dahulu.
Sebelum mereka pamit, Nadia memberikan no.handphone terbarunya kepadaku. Nadia
memberitahuku bahwa dia mau keluar kota setelah acara Wisuda. Saat itu juga,
dia mau memberitahku satu hal yang katanya, penting. Setelah orang tuaku selesai berbelanja untuk
hadiah ulang tahun, kami pulang. Dan sejak saat itu, aku dan Nadia memulai
hubungan kembali. Memulai hubungan yang dulu pernah hilang kontak, setengah
tahun, waktu yang cukup lama. Tapi, saat ini, hubungan kami mungkin bisa lebih
dari sahabat, mungkin.
Perumahan Rapak
Binuang, Samarinda. Juli 2013
Aku telah menyelesaikan sidang skripsiku, dan aku dinyatakan lulus dan berhak
untuk mengikuti Wisuda pada bulan September nanti. Betapa senangnya aku telah
dinyatakan lulus sidang dan wajib mengikuti wisuda. Saat itu juga, Nadia, cewek
yang sangat dekat denganku, juga dinyatakan lulus sidang dan wisuda bersamaan
denganku. Kamipun menghabiskan pagi-sore itu untuk keliling kota Samarinda.
Sampai dirumah, aku berpikir untuk membuat surat yang berisi
perasaanku kepadanya selama ini. Surat itu akan kuberikan kepada dia saat
Wisuda nanti. Tanpa pikir panjang lagi, tanpa harus ada yang ditakutkan dan
perasaan orang lain yang dikorbankan. Malam itu, aku menghabiskan waktu untuk
menulis surat. Surat spesial untuk orang yang sangat spesial, Nadia.
GOR 27 September
Universitas Mulawarman, Samarinda. September 2013
Hari ini, hari yang ditunggu Mahasiswa yang telah
menyelesaikan kuliahnya. Ya, kami semua berkumpul disini untuk Wisuda. Yang menyatakan,
bahwa kami telah lulus kuliah. Aku memandang setiap sudut ruangan dalam GOR
tersebut. Banyak, banyak sekali wajah kepuasan, kebanggaan akan apa yang telah
terjadi pada kami. Sekali lagi, kami telah lulus kuliah. Dan aku, tepat melihat
kearah keluargaku yang hadir, Orang Tua dan adikku yang paling bungsu, mereka semua
bahagia. Apalagi, aku liat wajah orang tuaku yang sangat-sangat bahagia melihat
anaknya telah lulus kuliah.
“Adit,
kita lulus. Yeay!”
Nadia berlari kearahku dan langsung memelukku bahagia.
“Iya,
Nad. Akhirnya kita lulus. Akhirnya kita Sarjana.” Aku melepas sedikit pelukan Nadia, lalu aku
memegang kedua tangannya.
“Oia,
Nad. Ini, ada surat untukmu. Baca nya kalau sudah sampai dirumah ya. Jangan
disini, malu. Hehe.”
Aku melepaskan satu tanganku, lalu mengambil sebuah surat dari dalam kantung
celana.
“Wah
wah, apaan ini isinya, Dit? Tapi, kamu ko ngikut aku sih? Nih, janji aku. Waktu
itu, aku bilang ada yang mau aku omongin, kan? Itu, didalam surat itu isinya
yang aku bilang penting dulu.”
Nadia pun melakukan hal yang sama, memberikanku surat.
Setelah itu, kami semua bersenang-senang bersama, melakukan foto bareng untuk dijadikan kenangan. Sampai dirumah, aku membuka dan membaca surat dari Nadia.
Aku terkejut membacanya, dan langsung mengirimkan pesan singkat kepadanya. “Tunggu aku di Yogyakarta, Nad. Aku Sayang Kamu.”
Hahaha.. kayak semacam cerita fiksi yang diambil dari kenyataan dan berharap akan akhir yang seperti itu juga. :x
ReplyDeleteAku juga menunggu kalian di Yogyakarta. :)
Untuk nama Nadia, itu ngasal. Untuk Unsur Tempat, itu ngambil dari yang pernah dikunjungin. Untuk unsur waktu, ngasal juga.
DeleteThis comment has been removed by the author.
ReplyDeletekirain ada yang ambil dari kisah nyata, kak :D
ReplyDeleteNot, ini murni karangan. Hehe.
DeleteWaahh.. Samarinda banget ya :D
ReplyDeleteHahaha. Tinggal di Samarinda juga?
DeleteMbong................ Kau pantas jadi penulis fiksi!! Genre romantis abis!
ReplyDeleteWait, ini pujian atau celaan? Hahaha. Makasih pak senior.
DeleteRomantis, konflik kurang greget, deskripsi Nadia kurang digali, Adit juga. Beberapa kesalahan dalam penggunaan tanda baca. But it is nice
ReplyDeleteIya, mbak. Penggunaan tanda baca atau EYD-nya yang bermasalah?
DeletePengalaman pribadi kh pak,😁romantis, menyentuh bgt cerita nya,, seruu
ReplyDelete