Friday, May 16, 2014

Fiction Story: Aku Sayang Kamu


Herlambang Adhytia, itulah namaku. Aku merupakan anak pertama dari tiga bersaudara. Memiliki perawakan yang lumayan, dengan tinggi sekitar 171cm. Setelah lulus dari SMA, aku memutuskan untuk kuliah di Ibukota provinsi Kalimantan Timur, Samarinda. Aku kuliah di salah satu Universitas Negeri yang ada di Samarinda. Awalnya, hanya iseng untuk mencoba keberuntungan di Jurusan Manajemen, jurusanku kuliah waktu itu. Seiring waktu yang terus berjalan, aku merasa menemukan kecocokan dengan Manajemen. Ya, aku menjadi bersemangat untuk menjadi seorang Manajer. Tentunya, Manajer yang berhasil.

Awal perkuliahan, aku sempat menyukai seseorang cewek yang sekelas denganku. Nadia Putri Annisa namanya. Dia merupakan anak kedua dari 4 bersaudara. Rambutnya yang tidak terlalu panjang dan lumayan lurus itu, membuat dia terlihat sangat cantik. Dia memiliki tinggi sekitar 166cm. Awalnya, hanya mengagumi saja. Rasa yang bisa dibilang biasa itu semakin besar seiring dengan perkuliahan berganti semester. Hingga sampai sekarang, rasa ini masih tetap ada. Masih tetap sama, rasa yang semakin besar, bahkan bisa dibilang sayang. Tetapi, rasa ini tidak ditakdirkan untuk bisa diungkapkan. Terhitung 8 semester lamanya rasa ini hidup. Hidup dalam kepalaku, yang setiap harinya selalu minta untuk memikirkan dia lebih sering dari sebelumnya. Hubungan kami makin intens, intens namun tidak bisa lebih intim.

Terhalang oleh sesuatu, yang menurutku sendiri, merupakan hal yang wajar jika aku tidak bisa mengungkapkan rasa ini untuknya. Ya, Nadia sudah memiliki kekasih. Kekasih yang semasa SMA sudah menjalani hubungan spesial dengannya. Tama namanya. Tama sendiri sekarang telah menjadi pengusaha distro di salah satu kota besar di Pulau Jawa. Tama sendiri, merupakan anak dari Adik Bapakku. Ya, dia adalah Sepupuku. Tama pun tau kalau Nadia dekat denganku. Apalagi, Tama sangat menghormatiku, karena dulu, dia pernah dititipkan dirumahku ketika kedua Orang Tuanya sering bepergian keluar kota untuk urusan pekerjaan. Hubungan intensku dan Nadia itupun, tanpa disadari telah membuat status hubungan diantara aku dan dia menjadi erat, erat namun tidak ada hak untuk menjaga hati masing-masing. Erat dalam artian sebagai sahabat.

Pernah pada saat kami memasuki semester 5, kami menghadiri acara ulang tahun teman kami, dimana teman itu adalah sahabat Nadia sejak SMA.

Zushioda Yatai Samarinda. Maret 2012 [Ulang Tahun Renatha]

“Rereeeeeee… Selamat ulang tahun ya partner in crime semasa sekolah di SMA dulu. Makin cantik, makin sukses kuliahnya, makin sukses usaha Butik nya ya, Re.” Teriak Nadia sambil berlari dan memeluk Renatha, Sahabatnya sejak SMA itu.

“Makaaaasih ya Nad. Makasih juga kalian sudah mau datang ke acara ulang tahunku. Oia, Nad, si Tama ga diajak kesini? Dia sudah balik kesini kan kemarin sore?”

“Sama-sama, Re. Oh, si Tama? Kemaren pesawatnya delay hingga tengah malam. Jadi, dia baru sampai di Samarinda tadi pagi. Dia langsung memenuhi panggilan salah satu brand yang mau ngajak distro dia kerjasama. Sekarang dia masih kecapekan dan menyuruhku datang sama Adit.” Nadia menunjuk kearahku.

Kira-kira begitulah percakapan antara Nadia dan Renatha yang aku dapat dari tempat dudukku sekarang. Aku melambai dan tersenyum kepada Renatha seiring Nadia yang berjalan menghampiri meja dimana aku duduk dan mendengarkan percakapan mereka tadi.

“Gimana sama Tama? Baik-baik aja kan? Dia udah ada disini ya? Awas itu anak kalau tidak datang kerumah. Hahaha.” Aku membuka pembicaraan kepada cewek yang sudah duduk disebelahku.

“Gimana apanya? Hubungannya? Ya, begitulah. Datar, kayak wajah kamu kalau lagi bete.” Nadia meledekku.

“Lah, ditanya malah jawabannya bawa-bawa aku. Gimana hubungan kalian? Udah hampir 4 tahun pacaran, kan?”

“Iya. Udah mau 4 tahun. Ya, begitulah, Dit. Kamu tau kan, aku dari awal kita dekat udah sering cerita ke kamu. Kalau lama-lama, aku bisa nyerah sama LDR ini. Kami sering lost contact karena sepupumu itu terlalu sibuk dengan dunia bisnisnya. Kamu tau kan kalau LDR itu harus sering komunikasi satu sama lain? Sebenernya aku pengen udahin ini semua. Tapi, aku masih sayang dia. Aku masih sayang Tama. Maafin aku kalau selalu bikin kamu repot. Selalu minta kamu untuk temanin aku, karena aku kesepian. Aku butuh seseorang yang bisa buat aku nyaman.” Jelas Nadia, dengan volume suara yang semakin kecil.

“Berarti Tuhan lagi kasih kalian ujian dalam bentuk LDR itu. Bersyukur aja, Nad. Tama itu tipikal orang yang dari dulu susah jatuh cinta. Dia pernah bilang ke aku, kalau kamu itu spesial. Entah apa yang membuat kamu spesial, dan aku, juga ngerasa kalau kamu itu spesial. Masalah kamu ngerepotin, menyita waktuku? Gausah dipikirkan. Seorang sahabat akan selalu ada dimana dia senang dan sedih.” Aku berusaha menenangkan dia.

Entah apa yang membuat kamu spesial, dan aku, juga ngerasa kalau kamu itu spesial. Bukan hanya sekedar sahabat, bukan hanya sekedar orang yang memaksaku untuk menghabiskan waktu untuk menemanimu. Biarpun kamu tidak memaksa, aku bakalan berada di barisan paling depan untuk menjagamu. Karena aku, aku sayang kamu….. Nad!Teriak batinku.

Pizza Hut Plaza Mulia, Samarinda. Oktober 2012 [Semester 6]

“Ada yang lagi cair nih.” Nadia yang saat itu terlihat begitu cantik dengan pakaian casual yang selalu jadi ciri khasnya.

“Es kali bisa cair. Kamu lupa ya? Kita udah sepakat kan untuk makan disini 2 minggu sekali. Untungnya, kita KKN di kota yang sama. Jadi, ritual ini terus lanjut. Hahaha.” Kataku sambil melihat menu untuk memesan sesuatu.

“Oia, lupa. Jangan ngambek gitu dong, ntar kerennya ilang. Aku, seperti biasa, Chicken Spaghetti.” Nadia menaruh kepalanya di pundakku sambil melihat menu dan menentukan makanan yang mau dipesan.

“Chicken Spaghetti nya dua ya, mbak. Minumnya Green Tea with Cappuccino Ice nya juga dua.” Mbaknya pun pergi dan membawa menu pesanan kami tadi.

Seleraku dan Nadia emang sama dalam hal Makanan dan Minuman. Kami suka sekali dengan ayam dan Cappuccino. Kami juga sama-sama suka telat makan. Aneh, tapi nyata. Itulah kami. Sepasang sahabat dimana sang lelaki berharap lebih kepada perempuan. Berharap lebih kepada hubungan mereka, hubungan mereka yang bukan hanya sekedar sahabat. Tetapi, itu hanya harapan. Harapan yang sudah hampir mustahil diwujudkan. Karena aku telah memiliki pasangan dan sudah berjalan hampir 2 tahun. Sementara Nadia, memiliki pacar yang dimana adalah sepupuku sendiri.

Hubungan Nadia dengan Tama sudah 4 tahun. Dan mungkinkah kami mengakhiri hubungan masing-masing hanya untuk kebahagiaan satu orang? Kebahagiaanku, yang memang menginginkan Nadia untuk mengganti posisi kekasihku sekarang. Dan, bagaimana perasaan Nadia kepadaku? Yang sudah lumayan lama bersahabat denganku. Memang, sebaiknya, rasa ini hanya untuk disimpan, tidak diungkapkan.

“Yaelah, ngelamunin apaan sih emang? Ngelamunin aku apa ngelamunin Devi? ” Devi Kinal Putri, dia pacarku. Nadia berhenti sejenak memakan spaghetti yang sejak tadi dia makan lalu meletakkan dan menggerakkan tangannya di depan mataku.

“Masih aja suka iseng. Tadi itu aku ngelamunin awal pertama kita ketemu, kita kenal dan disitu aku tau ternyata kamu pacarnya sepupuku. Lucu aja sih ya, kita, dua orang yang statusnya sahabat, lebih sering menghabiskan waktunya bersama dibanding sama pasangan masing-masing. Hahaha. ” Aku berbicara dan menyantap spaghetti yang ada di depanku.

“Haha, iya juga ya. Kalau dipikir-pikir, kita emang lebih sering ngabisin waktu bareng daripada sama pasangan masing-masing. ” Nadia tersenyum, lalu melanjutkan melahap spaghetti nya.

Setelah membayar bill, aku mengantarkan Nadia pulang. Sepanjang perjalanan dia tidak berhenti bercerita. Bercerita semua hal yang dia alami, bercerita kepada seseorang yang selalu jadi tempat dimana ia meluapkan semuanya, semua kisah hidupnya. Di perjalanan, Nadia sempet memelukku. Dan aku sempat berbalik dan melihat senyuman yang sangat indah, senyuman yang diikuti oleh matanya yang seakan-akan ikut tersenyum.

Villa Tamara Residence, Samarinda. Desember 2012

Satu minggu sebelum kakak pacarku menikah. Ya, Devi memiliki seorang kakak. Alissa Galliamova, biasa dipanggil Alissa. Kakak perempuan tepatnya, dan sekarang, aku diajak Devi untuk kerumahnya. Diajak untuk membantu mempersiapkan sebagian hal kecil untuk pesta pernikahan minggu depan. Tepatnya, dibagian interior. Aku membantu keluarga Devi untuk memilih interior yang pas untuk pernikahan tersebut. Aku membantu memilih interior berbau budaya Sunda. Ya, mereka berasal dari Bandung. Dan kebetulan, Orang Tua Devi ditugaskan untuk melakukan pekerjaan di Samarinda bertahun-tahun.

“Makasih banyak ya, Dit. Pilihannya bagus, jadi ga terlalu rumit dan easy view juga. Oia, kalian udah semester 6 kan?” Alissa berbicara padaku sambil memandang ke orang disebelahku, Devi.

“Iya, kak. Sama-sama. Ga perlu biaya terlalu mahal untuk kebahagiaan yang ga akan pernah habis, hehe. Iya, kami udah semester 6.”

“Nah, bentar lagi selesai dong. Ga ada rencana mengikat hubungan kalian berdua lebih jauh? Nyusul nikah, gitu. Hahaha.” Kakaknya berlalu dengan tawa dan senyum khasnya. Sementara Devi, disebelahku mengangkat alisnya kemudian tertawa, bingung akan tingkah laku kakaknya kepadaku.

Aku menuju taman disamping rumah Devi, disusul Devi membawa satu kotak J.Co yang isinya tinggal setengah dan membawakan satu gelas jus mangga.

“Maaf udah ngerepotin ya, hun. Nih, makan dulu. Sisa semalam, nemenin kakak beli, kebetulan masih ada sisanya semalem.” Devi menunduk melihat kotak J.Co dan memberikannya kepadaku.

“Ga kok, lagian hari ini kan kebetulan libur, daripada bingung mau ngapain, mending ikut bantu kan.” Kataku, menatapnya sebentar lalu membuka dan mengambil sebuah donat yang diberikan Devi.

“Nadia gimana kabarnya? Aku kangen ketemu sambil ngobrol banyak dengannya.” Aku tersedak, dan langsung menyambar jus mangga yang ada didekatku dan meminumnya.

“Nadia? Baik-baik saja dia. Dia lagi agak sedikit resah. Belakangan ini, hubungan dia dengan Tama selalu bertengkar. Berbagai jenis, mulai dari masalah kecil sampai masalah jarak dan waktu yang memang, hal paling susah untuk ditangani pasangan LDR. Kemaren, Tama sempat nelpon, memberitahukan semuanya kepadaku. Dan aku, udah sebulan ini ga ada kontak sama Nadia. Biasanya Nadia membutuhkan sahabatnya jika ada masalah seperti ini, tapi, sampai sekarang, dia tidak ada menghubungiku.”

“Kamu… Segitu dekatnya dengan Nadia? Aku takut, kalau aku ga bisa jadi sesosok Nadia. Dimana dia adalah orang yang paling dekat denganmu, selain aku. Aku tau, kalian sahabat. Aku juga sempat cemburu dengan dia, dia yang selalu bisa membuatmu tertawa. Tapi, setelah kamu mengenalkannya kepadaku waktu tepat satu tahun hubungan ini, aku yakin dia orangnya baik. Dan aku, aku suka dengan Nadia. Sampai sekarang, aku anggap Nadia sebagai cermin buat aku.” Devi menatapku dengan mata yang berbinar.

“Iya. Aku sama Nadia dekat, tapi sekedar sahabat. Dari dulu, dia memang sering memintaku meluangkan waktuku untuknya, untuk mendengar curhatannya. Dan kamu, aku suka kamu yang sekarang. Meskipun kita jarang menghabiskan waktu bersama, tetap, kamu pacarku. Aku gamau kamu menjadi sesosok Nadia yang kedua, dengan kamu yang begini saja aku sudah cukup bahagia punya sesosok wanita sepertimu. Jangan mencoba menjadi orang lain kalau yang sekarang udah lebih dari cukup untuk bisa membahagiakan seseorang. Ingat itu ya, sayang.” 

Aku menatapnya, lalu memeluknya. Terasa air matanya jatuh tanpa ia bersuara. Aku berusaha memberikan pelukan hangat, pelukan yang ikhlas dari seorang kekasih. Terkadang, aku merasa kasihan sama dia. Memiliki seorang cowok yang jauh di lubuk hati cowok tersebut, tersimpan satu ruang spesial. Satu ruang khusus, khusus seseorang yang juga memiliki pasangan. Dan aku, mungkin merupakan pasangan terjahat yang pernah ada. Bahkan, aku lupa kapan terakhir kali aku memanggil Devi dengan sebutan, sayang. Meskipun, untuk sekarang, aku dan Nadia lost contact sebulan, aku masih memikirkannya.

Villa Tamara Residence, Samarinda. 20 Desember 2012

Hari ini, hari dimana kakak pacarku, Devi, menikah. Dan sekarang, aku sudah di tempat pernikahan tersebut. Keluarga ini sengaja tidak memilih untuk mengadakan pernikahan di gedung/ballroom hotel, bukan karena tidak ada biaya, melainkan rumah ini sudah sangat cukup menggelar pesta yang lumayan megah. Disebelahku, ada Devi yang memakai pakaian adat Sunda, sama sepertiku. Karena statusku adalah pacarnya Devi, aku menghargainya. Aku memakai pakaian adat Sunda yang tandanya adalah keluarga atau kerabat dekat keluarga. Dari sini, aku bisa melihat pasangan yang serasi, sangat serasi. Berdiri di pelaminan, Alissa tampak begitu cantik bersanding dengan pria yang telah resmi menjadi suaminya.

“Mau makan apa? Biar aku ambilin.”

“Gausah repot-repot, Dev. Tadi, dirumah ditawarin mamah makan, soalnya semalam lupa makan. Jadi masih kenyang sampai sekarang.”

Keluarga Devi, yang berasal dari Bandung, hampir semuanya datang. Dan mereka melihatku duduk bersama Devi. Mereka mengatakan sesuatu yang lumayan risih buatku. Sesuatu yang menurutku, merupakan kehendak/paksaan. Kalimat berupa kalian serasi, cocok nyusul ka Alissa tuh tahun depan. Risih, tapi aku tidak mau membuat hati Devi sakit. Aku mencoba tersenyum, tersenyum karena dipaksa oleh keadaan.

“Rame ya, keluargamu. Apalagi yang dari Bandung, banyak yang datang.” Aku mencoba membuka percakapan, membuka topik yang menurutku sendiri, terlalu biasa untuk dijadikan hal pembuka percakapan.

“Iya. Ada hampir 5 keluarga yang datang. Oia, kemarin aku sudah menyuruhmu mengajak Nadia kesini kan? Mana dia, ko ga datang?”

“Dia? Dia belum ada menghubungiku. Entah dia marah padaku atau gak. Yang jelas, aku sudah mengirimkan pesan via LINE untuk datang kesini. Kemarin juga aku sempat nelpon dia, tapi itulah, ga aktif.” Aku menjawab lesu. Lesu karena mendengar nama Nadia yang sudah satu bulan tidak ada menghubungiku. Tidak ada yang memintaku untuk menemani seseorang. Tidak ada teman ritual makan di Pizza Hut dua minggu sekali. Ya, aku kangen dia, aku kangen Nadia.

Perumahan Rapak Binuang, Samarinda. 31 Desember 2012

Hari ini, adalah hari ulang tahunku. Tentunya, aku merasa sangat senang karena masih diberi umur dan kesehatan sampai sekarang. Dibalik itu, aku merasa ada yang kurang di hari spesial ini. Ya, yang kurang itu, Nadia. Udah hampir 2 bulan aku tidak dapat kabar darinya. Semalam, aku mencoba menelponnya berkali-kali. Namun, hp nya tidak aktif. Aku hanya ingin mengetahui apakah dia ingat hari ulang tahunku? Atau mungkin, dia sudah memiliki seseorang yang lebih punya waktu untuknya. Bukan Tama, dan bukan aku.

Seperti biasa, jika ada salah satu anggota keluarga yang ulang tahun, pasti semuanya berkumpul di ruang tamu. Berkumpul sekedar memberikan doa dan mengucapkan selamat untuk yang berulang tahun. Aku bahagia, aku memiliki orang tua dan adik yang sayang dengan kakaknya. Mereka semua selalu support apapun yang kulakukan. Malamnya, aku mengundang teman-temanku untuk datang sekedar membuat pesta kecil-kecilan. Dengan menyediakan barbeque dan makanan khusus pesta kepada mereka.

Jam 9 malam, Devi datang membuat surprise kepadaku. Dia membawa kue Black Forest beserta lilin angka umurku sekarang. Dia menyalakan lilinnya, dan berjalan kearahku sembari menodongku dengan satu kotak kue. Aku meniupnya, lalu mencium keningnya. Aku melihat, Devi tersenyum bahagia melihatku. Aku suka melihat Devi malam ini. Glamour namun tidak terlalu mengerikan. Pas-pas saja untuk ukuran Mahasiswi.

Aku duduk di pinggiran kolam menggandeng seseorang, tentunya adalah Devi. Sosok cewek yang beberapa menit yang lalu memberiku kejutan. Kejutan yang, ya… Lumayan membuatku senang. Lumayan, tapi tidak utuh. Hari ini aku bahagia namun tidak utuh. Karena, orang yang paling spesial buatku tidak hadir. Bahkan, aku tidak tau dimana sekarang. Terakhir aku bertemu dengannya, 2 bulan yang lalu.

Aku sudah berada di kamarku kembali. 30 menit yang lalu pestanya telah usai, dan sekarang, aku sedang mengecek hpku untuk melihat inbox dan message di aplikasi android yang lain. Aku berharap ada nama Nadia yang memberiku pesan berupa ucapan selamat, namun tidak ada. Tapi, Tama, pacar Nadia sekaligus sepupuku memberikanku ucapan selamat dan minta diteraktir ketika liburan nanti. Maklum, Tama sudah menjadi  salah satu pengusaha distro di Surabaya yang sangat laris. Meskipun faktanya, dia tak kuliah, tapi melihat dia sukses, aku turut berbahagia.

Samarinda Central Plaza, Samarinda. Mei 2013 [Semester 7]

Saat ini, aku sedang menemani orang tuaku berbelanja baju untuk adikku yang paling kecil. Adikku besok tepat berumur 14 tahun. Anak paling bungsu, jadi wajar kalau orang tuaku meminta untuk ditemenanin berbelanja hadiah ulang tahun. Kebetulan, waktu itu aku sedang free mengetik skripsiku. Aku menunggu diluar Ramayana yang ada di SCP, aku duduk persis ditempat yang sudah disediakan. Saat itu, aku sedang menatap kearah eskalator yang menghubungkan lantai 4 dengan lantai 3 dan lantai 5. Aku melihat seseorang, dan dia juga melihatku. Dia dan temannya menuju kearahku. Dia mengambil tempat duduk tepat disampingku, lalu memelukku.

“Aduh, sakit! Siapa ya? Kenal?” Aku tepat melepaskan tangannya yang mencubitku di daerah perutku.

“Jahaaat! Aku kangen kamu tau, maaf aku lama ga ngabarin kamu. Waktu itu, hp aku hilang dan saat itu juga pas banget lagi marah besar ke Tama. Pengen banget minta waktumu untuk nemanin aku. Waktu kamu ulang tahun aku juga pengen ngasih surprise ke kamu, tapi aku pikir, aku ga diundang dan bukan hak aku kasih kamu surprise karena kamu sudah punya Devi.” Dia memukul-mukul pelan dadaku lalu menjelaskan kepadaku kenapa dia tidak menghubungiku setengah tahun lamanya.

“Yaelah, Nad. Waktu itu, aku coba ngubungin kamu berkali-kali, tapi ga aktif. Mau menanyakanmu ke Tama, ntar dia mengira bahwa ada sesuatu yang janggal lagi. Oia, aku sudah putus dengan Devi. Aku memutuskan untuk mengakhiri hubungan kami karena beberapa alasan tertentu, aku pengen cepet lulus, pengen serius ngerjain skripsi.” Aku memandangnya sebentar, lalu mengalihkan pandanganku ke kaca Ramayana yang langsung menembus berbagai produk pakaian yang dijual.

“Maaf, kirain kamu masih sama Devi. Aku juga sudah putus sama Tama. Kami sepakat putus, selain karena LDR, rasa sayang emang udah ga ada lagi buat dia. Ya, gitu. Single sekarang.”

“Oh, gitu. Ini kode bukan? Hahahaha.” Nadia dan teman-temannya pun tertawa.

Nadia dan teman-temannya pamit untuk pulang lebih dahulu. Sebelum mereka pamit, Nadia memberikan no.handphone terbarunya kepadaku. Nadia memberitahuku bahwa dia mau keluar kota setelah acara Wisuda. Saat itu juga, dia mau memberitahku satu hal yang katanya, penting.  Setelah orang tuaku selesai berbelanja untuk hadiah ulang tahun, kami pulang. Dan sejak saat itu, aku dan Nadia memulai hubungan kembali. Memulai hubungan yang dulu pernah hilang kontak, setengah tahun, waktu yang cukup lama. Tapi, saat ini, hubungan kami mungkin bisa lebih dari sahabat, mungkin.

Perumahan Rapak Binuang, Samarinda. Juli 2013

Aku telah menyelesaikan sidang skripsiku, dan aku dinyatakan lulus dan berhak untuk mengikuti Wisuda pada bulan September nanti. Betapa senangnya aku telah dinyatakan lulus sidang dan wajib mengikuti wisuda. Saat itu juga, Nadia, cewek yang sangat dekat denganku, juga dinyatakan lulus sidang dan wisuda bersamaan denganku. Kamipun menghabiskan pagi-sore itu untuk keliling kota Samarinda.

Sampai dirumah, aku berpikir untuk membuat surat yang berisi perasaanku kepadanya selama ini. Surat itu akan kuberikan kepada dia saat Wisuda nanti. Tanpa pikir panjang lagi, tanpa harus ada yang ditakutkan dan perasaan orang lain yang dikorbankan. Malam itu, aku menghabiskan waktu untuk menulis surat. Surat spesial untuk orang yang sangat spesial, Nadia.

Aku Sayang Kamu

GOR 27 September Universitas Mulawarman, Samarinda. September 2013

Hari ini, hari yang ditunggu Mahasiswa yang telah menyelesaikan kuliahnya. Ya, kami semua berkumpul disini untuk Wisuda. Yang menyatakan, bahwa kami telah lulus kuliah. Aku memandang setiap sudut ruangan dalam GOR tersebut. Banyak, banyak sekali wajah kepuasan, kebanggaan akan apa yang telah terjadi pada kami. Sekali lagi, kami telah lulus kuliah. Dan aku, tepat melihat kearah keluargaku yang hadir, Orang Tua dan adikku yang paling bungsu, mereka semua bahagia. Apalagi, aku liat wajah orang tuaku yang sangat-sangat bahagia melihat anaknya telah lulus kuliah.

“Adit, kita lulus. Yeay!” Nadia berlari kearahku dan langsung memelukku bahagia.

“Iya, Nad. Akhirnya kita lulus. Akhirnya kita Sarjana.” Aku melepas sedikit pelukan Nadia, lalu aku memegang kedua tangannya.

“Oia, Nad. Ini, ada surat untukmu. Baca nya kalau sudah sampai dirumah ya. Jangan disini, malu. Hehe.” Aku melepaskan satu tanganku, lalu mengambil sebuah surat dari dalam kantung celana.

“Wah wah, apaan ini isinya, Dit? Tapi, kamu ko ngikut aku sih? Nih, janji aku. Waktu itu, aku bilang ada yang mau aku omongin, kan? Itu, didalam surat itu isinya yang aku bilang penting dulu.” Nadia pun melakukan hal yang sama, memberikanku surat.

Setelah itu, kami semua bersenang-senang bersama, melakukan foto bareng untuk dijadikan kenangan. Sampai dirumah, aku membuka dan membaca surat dari Nadia.

Aku Sayang Kamu

Aku terkejut membacanya, dan langsung mengirimkan pesan singkat kepadanya. Tunggu aku di Yogyakarta, Nad. Aku Sayang Kamu.

12 comments:

  1. Hahaha.. kayak semacam cerita fiksi yang diambil dari kenyataan dan berharap akan akhir yang seperti itu juga. :x
    Aku juga menunggu kalian di Yogyakarta. :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk nama Nadia, itu ngasal. Untuk Unsur Tempat, itu ngambil dari yang pernah dikunjungin. Untuk unsur waktu, ngasal juga.

      Delete
  2. kirain ada yang ambil dari kisah nyata, kak :D

    ReplyDelete
  3. Waahh.. Samarinda banget ya :D

    ReplyDelete
  4. Mbong................ Kau pantas jadi penulis fiksi!! Genre romantis abis!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wait, ini pujian atau celaan? Hahaha. Makasih pak senior.

      Delete
  5. Romantis, konflik kurang greget, deskripsi Nadia kurang digali, Adit juga. Beberapa kesalahan dalam penggunaan tanda baca. But it is nice

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, mbak. Penggunaan tanda baca atau EYD-nya yang bermasalah?

      Delete
  6. Pengalaman pribadi kh pak,😁romantis, menyentuh bgt cerita nya,, seruu

    ReplyDelete

Total Visitors

Followers